elangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelangelang

Jumat, 03 Maret 2017

Santri Yang Miskin

Sekarang, jamannya serba pakai uang untuk memasuki jalan pendidikan. Seperti halnya pendidikan pada umumnya, Masyarakat agamis kalangan pondok sudah mulai berbenah agar santri-santri yang memasukinya tidak miskin dan melarat seperti dahulu. Minimal bapaknya seorang jutawan atau konglomerat. Pada suatu tempat, terdapatlah suatu tempat ngaji khusus anak kampung yang bebas biaya atau memberi sumbangan seikhlasnya alias tidak dipungut biaya sepersenpun. Tempat ngaji tersebut agak lusuh dan berdebu, tanda kurang dibersihkan oleh pengurusnya. Maklum tempat tersebut tidak terurus karena tuan rumah sibuk mencari uang dan muridnya (sebutannya santri) yang kurang sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat belajarnya.
Rata-rata santrinya dari golongan orang biasa dengan berpakaian sederhana. Mungkin sudah jamannya begitu, kata orang-orang sekitar. Lain halnya dengan gurunya, ia sangat berat hati meninggalkan pengajarannya walau cuma satu hari, tanpa ingin balas dan tanpa ingin dikasihi. Seorang diri mengajar dan mendidik santri agar berpendidikan tinggi layaknya kaum terpelajar dan berbudi pekerti. Bahasa yang digunakannya adalah jawa dengan sedikit bahasa indonesia campuran. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengerti ajarannya hingga 100 persen. Dan tidak banyak seorang murid yang dapat mengembangkan ajaran agamanya ke orang lain dengan bahasa yang lebih universal atau dapat dimengerti.
Nadhom adalah ciri khas ajarannya, merupakan kitab klasik peninggalan ulama' jaman dahulu secara turun temurun ditinggalkan kepada murid-muridnya yang ikhlas untuk mengabdi tanpa mengumbar janji. Tulisan pego adalah cara menerjemahkan nadhom tersebut.
Pernah juga ia mengajar khot dan imlak kepadaku. Khot adalah bagaimana tulisan tersebut dapat dimengerti oleh kalangan luas, misal tulisan arab diganti dengan tulisan latin. Sedang imlak adalah hal yang lebih rumit lagi, karena mencocokkan antara pendengaran dengan penglihatan berdasarkan khot tersebut. Imlak biasanya disebut sebagai bentuk mendikte suatu kata atau kalimat untuk ditulis dan harus cocok sesuai aturan khot tersebut.
Dalam mengaji pakaian sangat perlu untuk diperhatikan, sopan tidak pakai kaos dan menutup aurat merupakan suatu kewajaran yang harus dilalui. Tak jarang Bapak memberi soal tajwid, khot, imlak kepada santrinya agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Terima kasih lan matur nuwun kulo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar